Aku hanya sebulir embun yang bermimpi jadi telaga, sebutir debu yang berasa jadi gurun sahara, sepenggal bulan sabit yang berharap jadi purnama.

Ketika cinta memanggil, ku kan mendatanginya, meski harus kukejar untuk mendapatkannya. Namun saat dia ingin melepaskan diri, aku tidak akan memaksanya tinggal. Bukankah cinta itu datang untuk mencahayai? Bukan melukai.

Elegi ini aku tulis untuk para penjaga setia kuil cinta di gerbang keabadian, pemilik gunungan rindu di balik pintu ketabahan, pelamun khayal yang tak lekang bayang dalam imaji buaian....

Almira mengabdikan dirinya sebagai dokter untuk mereka yang gangguan jiwa. Pekerjaannya yang menyita waktu dan perhatiannya itu membuat Erlangga, pacarnya cemburu berat. Namun Almira tidak peduli lagi dengan segala rengekan Erlangga. Menurutnya saat ini ada yang harus dia prioritaskan,

Hal itu adalah kesembuhan Kenanga, pasiennya yang misterius. Berbagai hal ditempuh Almira untuk mencari tahu masa lalu Kenanga. Ternyata Kenanga dulunya adalah seorang penari, ia juga memiliki anak yang telah meninggal.

Segala upaya dilakukan Almira untuk menyembuhkan Kenangan. Catatan harian Kenanga lah yang menjadi petunjuk paling jelas dari semua permasalahan.

Belum selesai permasalahannya dengan Kenanga, Erlangga kembali merecokinya. Keluarga pun sampai ikut campur menyelesaikan permasalahan tersebut.

Yap, novel ini bercerita tentang seorang dokter yang begitu mencintai profesinya. Novel ini bagus untuk psikologi tapi yang aku kurang suka dari novel ini, banyak puisi yang tidak nyambung sama cerita, Kesannya si penulis cuma pengen puisi-puisinya mejeng di novelnya padahal gaada sangkut pautnya sama sekali